Di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid 19) hampir semua masyarakat mengalami kesulitan namun tiap individu mempunyai kerentanan yang berbeda dalam menghadapipandemiCovid 19. Bagi masyarakat yang rentan, bunuh diri menjadi salah satu jalan yang diambil guna menyelesaikan masalah. Psikiater dari Suryani Institute for Mental Health, Cokorda Bagus Jaya Lesmana mengungkapkan, sampai Oktober 2020 sudah sudah ada 53 orang yang berhasil melakukan bunuh diri.
Apalagi situasi ini terjadi merata di seluruh kabupaten/kota yang ada di Pulau Dewata. Dirinya menuturkan, keputusan untuk bunuh diri bisa dilakukan oleh semua orang dari berbagai lapisan. Situasi pandemi Covid 19 menyebabkan tekanan masyarakat menjadi lebih berat sehingga bagi mereka yang memiliki kerentanan bakal lebih mudah memilih jalan bunuh diri.
Hal ini lebih mudah lagi dialami oleh masyarakat yang sudah mempunyai ciri psikopatologi dalam dirinya maka akan lebih mudah untuk memilih mengakhiri hidupnya. Cok Lesmana menuturkan, belakangan ini beberapa alasan bunuh diri karena alasan tidak memiliki pekerjaan di tengah pandemi. Mereka yang memilih bunuh diri juga karena kesulitan dalam menyelesaikan tugas seperti skripsi.
Bunuh diri juga bisa dialami karena beban romantisme seperti diputuskan oleh pacar. "Itu hal yang sederhana terkesan, tetapi buat orang tersebut mungkin dengan adanya tekanan atau kondisi pandemi ini menjadi hal yang luar biasa," jelasnya. Berbagai hal hal yang dianggap sederhana, jelas Cok Lesmana, memang bisa menjadi pemicu bagi seseorang untuk melakukan bunuh diri, meskipun hal itu sebenarnya sebagai suatu hal yang sangat kompleks.
"Bunuh diri ini merupakan suatu keadaan yangemergencybuat kami di psikiatri (atau) gawat darurat. Artinya perlu penanganan segera. Kalau kita abaikan (dan) menganggap menjadi suatu hal yang main main maka akan berakhir pada hal yang buruk bagi orang tersebut," tuturnya. Baginya, sebelum orang memilih jalan bunuh diri maka yang bersangkutan biasanya akan berpikir, apakah akan melakukan langkah tersebut atau justru mengurungkan niatnya. Bunuh diri ini, kata dia, dimulai dari pikiran sehingga apabila pemikiran tersebut ada maka akan mencoba bertindak.
Jika seseorang sudah bertindak untuk melakukan bunuh diri, hanya ada dua pilihan yakni berhasil atau tidak. "Pilihannya hanya itu saja," kata Cok Lesmana yang juga akademisi Universitas Udayana (Unud) itu. Kejadian bunuh diri di Bali sebenarnya berbanding terbalik dengan keberadaan Pulau Dewata yang juga dianggap sebagai pulau surga.
Seharusnya, masyarakat Bali tidak memilih jalan bunuh diri dan bisa menikmati keindahan, kenyamanan, kedamaian yang dilabelkan kepada Bali. Terlebih, sebanyak 53 kejadian bunuh diri tersebut adalah kasus yang berhasil. Padahal, menurut Cok Lesmana, kasuspercobaanbunuhdiriibarat seperti gunung es dan hanya diketahui yang berhasil melakukannya.
Sedangkan masyarakat yang sudah pernah melakukanpercobaanbunuhdiridan gagal tentu tidak diketahui datanya. "Yang mencoba (bunuh diri) tetapi tidak berhasil kan tidak dilaporkan. Itu juga perlu diperhatikan," tegas Cok Lesmana. (*)